KOMPAS.com – Hasil riset para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait adanya potensi tsunami 20 meter di selatan Jawa viral dan ramai diperbincangkan masyarakat.
Hasil riset yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Report pada (17/9/2020), tersebut dianggap mengkhawatirkan jika benar-benar terjadi nantinya.
Daryono selaku Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG menyampaikan kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020), penelitian ini perlu diapresiasi karena telah menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan skenario terburuk.
Namun, apa itu gempa megathrust?
Gempa megathrust sering dipahami sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat.
“Pemahaman seperti ini tentu saja kurang tepat,” kata Daryono, kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam keterangan resminya untuk Kompas.com, Sabtu (26/9/2020).
Dia menjelaskan, zona megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
“Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting),” terangnya.
Daryono menerangkan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng.
Dia melanjutkan, zona subduksi dalam perkembangannya diasumsikan sebagai “patahan naik yang besar”, yang kini populer disebut sebagai zona megathrust.
Bukan hal baru
Zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Daryono berkata, zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti:
- Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba
- Subduksi Banda
- Subduksi Lempeng Laut Maluku
- Subduksi Sulawesi
- Subduksi Lempeng Laut Filipina
- Subduksi Utara Papua.
“Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya,” ujar Daryono.
Dia melanjutkan, seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
Namun sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman.
Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil yang lebih banyak terjadi di zona megathrust. Kendati demikian, zona megathrust juga dapat memicu gempa besar.
Megathrust Selatan Jawa
Dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust, yaitu (1) Segmen Jawa Timur, (2) Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan (3) Segmen Banten-Selat Sunda.
Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M 8,7.
Namun demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang bergerak secara simultan maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7.
Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu.
“Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi,” kata Daryono mengingatkan.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).
Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700 zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).
Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu:
- Tahun 1903 (M7,9)
- Tahun 1921 (M7,5)
- Tahun 1937 (M7,2)
- Tahun 1981 (M7,0)
- Tahun 1994 (M7,6)
- Tahun 2006 (M7,8)
- Tahun 2009 (M7,3)
Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu:
- Tahun 1780 (M8,5)
- Tahun 1859 (M8,5)
- Tahun 1943 (M8,1).
Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.
Tsunami Selatan Jawa
Wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami.
Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, di mana tsunami pernah terjadi pada 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006.
Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu.
Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik.
“Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus dihadapi,” kata Daryono.
“Apakah dengan kita hidup berdekatan dengan zona megathrust lantas kita selalu dicekam rasa cemas dan takut? Tidak perlu, karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang kongkrit maka kita dapat meminimalkan risiko, sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana,” tutupnya.
#Lewat #Potensi #Tsunami #Meter #Selatan #Jawa #Memahami #Gempa #Megathrust
Klik disini untuk lihat artikel asli