JAKARTA, KOMPAS.com – Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan pihaknya berencana untuk membentuk harga acuan komoditas (price reference).
Didid mengatakan langkah ini sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi pada 2023.
“Ini disebabkan Indonesia belum memiliki harga acuan komoditas tertentu, padahal merupakan salah satu negara penghasil terbesar beberapa jenis komoditas,” kata Didid dalam keterangannya saat menghadiri Rapat Kerja Bappebti, Kamis (19/1/2023).
Didid mengatakan, perdagangan yang masuk dalam bursa akan menghasilkan tata kelola perdagangan yang adil dan transparan.
Menurut dia, dengan masuk ke dalam bursa, harga yang terbentuk juga tidak ditentukan semata antara pemilik komoditas dan pembeli di luar negeri.
Ia mencontohkan, harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan karet masih mengambil harga acuan yang dihasilkan bursa di luar negeri seperti Malaysia dan Rotterdam.
“Untuk dapat menjadi harga acuan, maka komoditas tersebut harus masuk ke dalam bursa. Negara akan diuntungkan dengan harga pasar yang wajar dan dapat memberikan keuntungan semua pihak mulai dari petani, pedagang, pengusaha, bahkan negara dari sisi penerimaan pajaknya,” ujarnya.
Di samping itu, Didid mengatakan Bappebti mendorong pertumbuhan SRG. SRG merupakan salah satu alat dalam dunia perdagangan yang menyediakan skema pembiayaan murah dengan agunan komoditas.
Namun demikian, kata dia, skema pembiayaan ini hanya akan berjalan baik jika didukung dengan pemasok (offtaker) yang jelas serta adanya kemudahan dalam mekanisme dan prosedur transaksi.
Didid mengatakan pemilik barang akan memanfaatkan mekanisme SRG jika diyakini barangnya akan ada yang membeli atau menampung.
“Dengan demikian, mekanisme SRG ini dapat digunakan untuk pembiayaan bagi petani yang baru panen dan berharap harga komoditasnya tidak turun,” tuturnya.
Didid juga mengatakan, mekanisme SRG ini dapat digunakan pelaku UMKM yang ingin melakukan ekspor sebelum barang atau komoditasnya sesuai denga kuota yang diharapkan.
“Kajian kami, petani yang memanfaatkan skema SRG mempunyai penghasilan 1,6 kali lebih baik dari pada yang tidak menggunakan SRG,” kata dia.
Lebih lanjut, Didid mengatakan, kendala utama yang ditemui terkait pelaksanaan SRG adalah rendahnya literasi masyarakat serta pemahaman pemerintah daerah yang tidak optimal atas mekanisme tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Bantu #Petani #dan #Pedagang #Bappebti #Akan #Bentuk #Harga #Acuan #Komoditas
Klik disini untuk lihat artikel asli