JAKARTA, KOMPAS.com – Keputusan perempuan berinisial II (37) yang hendak melompat dari peron stasiun kereta rel listrik (KRL) di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, bisa berdampak pada sang ibu.
Seperti diketahui, sebuah video yang merekam seorang ibu hendak bunuh diri bersama anaknya di rel Stasiun Pasar Minggu, Sabtu (2/9/2023), viral di media sosial.
Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel, berpandangan perbuatan ibu dipastikan sangat membahayakan buah hatinya.
“Atas dasar itu, perlu dipertimbangkan secara serius pencabutan kuasa asuh si ibu atas anak tersebut,” ucap Reza kepada Kompas.com, dikutip Kamis (7/9/2023).
Menurut Reza, keputusan itu bisa bersifat sementara maupun permanen. Baik lewat pendekatan sosial kekeluargaan maupun lewat jalur hukum, yaitu penetapan pengadilan.
“Itu diberlakukan jika si anak adalah anak kandung si ibu. Tapi jika bukan anak kandung, pemindahan kuasa asuh tak berlaku. Langsung saja dipidana,” ucap Reza.
Tidak boleh dibenarkan
Ahli psikologi forensik ini juga memandang apa pun alasan atau faktor pemicunya, perbuatan si ibu harus dipandang sebagai perbuatan salah.
“Tidak boleh ada pembenaran apa pun terhadap perbuatan membunuh anak dan bunuh diri,” ucap Reza.
Secara normatif, kata Reza, tersedia payung hukum untuk memidanakan sang ibu, yaitu menggunakan pasal yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak.
Meski demikian, masalah ini bisa diselesaikan menggunakan alternative dispute resolution (ADR), yaitu penyelesaian konflik atau sengketa di luar pengadilan secara kooperatif.
Lewat jalan ini, kata Reza, penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan pengobatan masalah kejiwaan, penyediaan dukungan sosial dan lainnya.
“Bisa pula kombinasi antara diversi dan punitive, penjara sekaligus pengobatan contohnya,” ungkap peneliti ASA Indonesia Institute ini.
Butuh perhatian khusus
Di sisi lain, psikolog dewasa, Rini Hapsari Santosa, berujar perilaku ekstrem dari kondisi ini bisa dicegah jika ibu bisa mengomunikasikan masalah yang dirasakan dan kebutuhannya kepada kerabat.
Menurut dia, ibu bisa meminta waktu untuk menyendiri, kesempatan untuk merawat diri, atau sekadar memiliki teman untuk berbicara.
Kebutuhan itu, kata Rini, sebaiknya disadari atau menjadi perhatian orang terdekat sang ibu. Kebutuhan ini bervariasi, tapi yang paling penting adalah kehadiran orang sekitar.
“Kehadiran sebagai teman berkomunikasi atau pemberi bantuan untuk merawat bayi,” kata dia, dikutip dari Harian Kompas, Rabu (6/9/2023).
Setelah melakukan tindakan ekstrem ini, si ibu tdak bisa lagi ditinggal sendirian sembari mendapatkan penanganan profesional, seperti psikolog, agar peristiwa serupa tak terulang.
Pertanggungjawaban sosial
Dalam kasus ini, Reza berujar, ada tanggung jawab sosial yang harus penuhi. Hal ini, kata dia, dilakukan agar kejadian serupa tak terulang kembali di masa mendatang.
Pertanggungjawaban sosial ini meliputi mikro atau keluarga dekat, meso atau yang berkaitan antara keluarga dekat dan lingkungan sosial sekitar kehidupan yang bersangkutan.
Menurut Reza, pertanggungjawaban sosial ini bisa dilakukan dengan pembuatan seksi keluarga tingkat rukun tetangga (RT), aktivasi posyandu, dan pembuatan instruman kuasa asuh anak.
“Yang terakhir ini sudah saya buatkan draft-nya untuk Mahkamah Agung. Belum lama ini saya kirim ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA),” ucap dia.
Pengakuan sang ibu
Menurut petugas pengamanan Stasiun Pasar Minggu, Muhammad Ali Sopian Pulungan (23), niatan bunuh diri diakui langsung oleh II.
Hal itu diungkapkan II ketika Ali berupaya mencegah ibu tersebut untuk lompat ke perlintasan kereta api bersama buah hatinya.
“Waktu saya hampiri dan tawarkan bantuan, dia spontan menjawab ingin mengakhiri hidupnya, ‘Saya mau bunuh diri’,” cerita Ali, Rabu (6/9/2023).
Mendengar itu, ia kemudian menghubungi petugas lainnya untuk membantu mengevakuasi sang bayi. Sebab, bayi yang digendong II menangis terus-menerus karena sang ibu memberontak saat dievakuasi.
“Saya mendapat perlawanan dari si ibu karena dia enggak mau melepas bayinya, namun bayi akhirnya berhasil dievakuasi setelah rekan saya membantu untuk melakukan evakuasi,” tutur Ali.
Masalah keluarga
Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Pasar Minggu Kompol David Purba mengungkapkan, rencana II mengakhiri hidup disebabkan masalah keluarga.
II disebut memiliki masalah dengan sang suami dan akhirnya timbul niat untuk melompat dari peron ke pelintasan kereta api.
“Berdasarkan keterangan yang bersangkutan diketahui perempuan itu sedang bermasalah dengan suaminya, W (42),” tutur David.
Momen II yang diduga hendak bunuh diri dengan cara melompat ke rel kereta terjadi saat sang suami membeli air minum di area stasiun.
“Kepada petugas, II mengaku memanfaatkan momen untuk melompat dari peron selagi sang suami pergi membeli air,” ujar David.
Kontak bantuan
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu. Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling.
(Penulis : Dzaky Nurcahyo | Editor : Ihsanuddin, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Ibu #yang #Coba #Bunuh #Diri #Stasiun #Pasar #Minggu #Dianggap #Bahayakan #Anak #Pengamat #Kuasa #Asuhnya #Bisa #Hilang
Klik disini untuk lihat artikel asli