JAKARTA, KOMPAS.com – Susy Angkawijaya, pemenang gugatan atas rumah di Jalan Sriwijaya III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menanggapi pernyataan Guruh Soekarnoputra selaku pemilik lama rumah tersebut.
Kubu Susy ikut prihatin dengan kondisi Guruh yang belum menerima seutuhnya keputusan pengadilan.
Putra bungsu Proklamator Republik Indonesia Soekarno itu bahkan merasa terzalimi. Sebab, ia merasa berada di pihak yang merugi.
“Kalau dari pihak kami, ikut prihatin dengan kondisi Pak Guruh yang memang menempati rumah itu selama sekian lama,” ujar kuasa hukum Susy, Jhon Redo saat dikonfirmasi, Jumat (4/8/2023).
“Pasti berat untuk melepas, tapi itu hal yang biasa, manusiawi,” kata dia.
Jhon menilai, pihak Guruh seharusnya menghargai keputusan pengadilan yang menyatakan rumah itu sebagai milik Susy.
Apalagi, kliennya sudah memperjuangkan haknya selama beberapa tahun terakhir.
“Mungkin bicara dari sisi hukum saja, bagaimana dengan Ibu Susy yang sudah mengeluarkan sedemikian banyak (uang) untuk membeli rumah itu, tapi sampai 11 tahun lebih tidak dapat menempatinya,” kata Jhon.
Rumah berwarna putih itu, menurut Jhon, secara legalitas juga sudah resmi berada di tangan Susy.
Pihak Guruh sudah tak memiliki hak lagi atas tanah dan bagunan itu.
Sebab, jual-beli rumah sudah dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah, notaris, dan telah dilakukan balik nama.
“Setelah semua itu, kemudian kesepakatan ini diingkari. Pak Guruh melakukan gugatan, jadilah insiden gugat menggugat selama beberapa waktu. Tapi, pengadilan sudah memutuskan dan keputusannya sudah inkrah bahwa tanah dan bangunan itu milik Ibu Susy,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Guruh merasa dirinya menjadi pihak yang dirugikan atas eksekusi ini
Ia mengatakan hal itu ketika juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hendak mengosongkan rumahnya pada Kamis (3/8/2023).
“Kami waktu itu mendapat surat dari Pengadilan Negeri (Jakarta Selatan), bahwa telah ditentukan mengadakan pengosongan pada tanggal 3 Agustus. Kami tidak bisa menerima itu, karena saya merasa bahwa dalam kasus ini adalah pihak yang benar,” ucap Guruh di kediamannya.
“Kami tidak bisa menerima itu, karena saya merasa dalam kasus ini, saya adalah pihak yang benar. Bahkan saya merasa terzalimi,” kata dia.
Guruh menyebut dirinya adalah korban mafia tanah dan hukum.
Sebab, dia merasa bukan di pihak yang salah. “Intinya adalah, bahwa saya merasa di pihak yang benar dan saya terpanggil untuk memberantas mafia, terutama dalam hal ini mafia peradilan dan mafia pertanahan dan mafia-mafia lainnya yang ada di negara ini,” ujar dia.
Sementara itu, pada hari H penyitaan, juru sita dari PN Jakarta Selatan memang menemui kegagalan.
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, petugas juru sita gagal melakukan eksekusi karena situasi tak kondusif.
“Petugas juru sita telah mendekati lokasi obyek eksekusi sejak pukul 09.00 WIB, namun demikian petugas juru sita kami tidak bisa masuk ke lokasi karena situasi dan kondisi di tempat objek eksekusi tidak memungkinkan atau tidak kondusif,” kata dia kepada wartawan, Kamis.
Lebih lanjut, juru sita PN Jakarta Selatan tidak berani untuk mendekat ke obyek eksekusi lantaran tidak ada jaminan dari pihak keamanan.
Djuyamto menyebut, tak ada aparat yang berjaga di sekitar lokasi eksekusi. Sementara itu, banyak massa yang berkumpul di Jalan Sriwijaya III.
“Sesuai dengan apa yang disampaikan petugas juru sita kami, belum terlihat aparat keamanan yang berjaga di lokasi obyek eksekusi, sedangkan di obyek lokasi eksekusi itu banyak sekali massa yang menjaga obyek lokasi, artinya situasinya menjadi tidak memungkinkan untuk dilakukan eksekusi,” ujar Djuyamto.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bakal menyita aset berupa rumah yang ditempati Guruh Soekarnoputra di Jalan Sriwijaya III, RT 004 RW 001, Kelurahan Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, anak Presiden Pertama RI itu kalah gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya. Hal ini sebagaimana putusan PN Jakarta Selatan Nomor 757/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel
“Sita eksekusi untuk dikosongkan dan diserahkan kepada pihak pemohon eksekusi sebagai pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 757/Pdt.G/2014,” kata Djuyamto saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/7/2023).
“Guruh dinyatakan sebagai pihak yang kalah, yang harus mengosongkan dan menyerahkannya (rumah) pada pihak yang menang,” kata dia lagi.
Djuyamto menyampaikan bahwa PN telah beberapa kali mengirimkan surat peringatan terhadap Guruh.
Sesuai dengan putusan pengadilan, pihaknya bakal mengeksekusi penyitaan pada 3 Agustus 2023.
“Sesuai dengan putusan Nomor 757/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel, rumah yang ditempati Guruh adalah milik Susy Angkawijaya, pemohon eksekusi,” kata dia.
Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, majelis hakim memutuskan gugatan yang dilayangkan Guruh Soekarnoputra dicabut.
Dalam gugatannya, Guruh meminta agar ia dinyatakan secara sah sebagai pemilik rumah mewah tersebut.
“Mengabulkan permohonan pencabutan perkara penggugat. Menyatakan gugatan perkara Nomor 1008/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel dicabut,” demikian bunyi putusan dalam laman SIPP PN Jakarta Selatan, dikutip Selasa.
Majelis hakim juga membebankan biaya perkara kepada penggugat sebesar Rp 1.848.000.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Guruh #Soekarnoputra #Berat #Melepas #Rumahnya #Pihak #Pemenang #Gugatan #Kami #Prihatin
Klik disini untuk lihat artikel asli