JAKARTA, KOMPAS.com – Budaya beribadah di SMA Negeri 101 Jakarta diterapkan seluruh siswa dan siswi sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Kegiatan yang diterapkan sesuai agama masing-masing siswa tersebut, telah berlangsung selama bertahun-tahun, setiap 15 menit pertama untuk mengawali hari-hari bersekolah.
“Setiap pagi selama 15 menit mulai 06.30 WIB, kami pisahkan. Siswa Muslim di kelas-kelas, mereka tadarusan. Yang beragama Kristen dikumpulkan di laboratorium bahasa, ibadah sederhana doa-doa. Yang beragama Buddha di perpustakaan,” kata Kepala Sekolah SMA Negeri 101 Jakarta, Satya Budi Apriyanto, Jumat (14/10/2022).
Selain digelar setiap pagi selama 15 menit, kegiatan ibadah dengan durasi lebih lama juga diterapkan setiap sebulan sekali pada hari Jumat.
“Kalau di hari Jumat, sebulan sekali, kami ada program Jumat Bahagia Religi. Durasinya lebih lama yakni 45 menit,” ungkap Satya.
Selain itu, setiap menjelang hari besar keagamaan, kegiatan beribadah juga diramaikan dengan mengundang pendakwah untuk agama Islam, dan pendeta untuk agama Kristen.
“Tidak hanya satu agama, sekolah juga merayakan hari-hari besar dari berbagai agama” ungkap dia.
“Sesekali kami juga mengundang pendeta untuk nasrani. Menjelang hari-hari besar keagamaan seperti Paskah, Natal, dan lainnya. Begitu pun hari-hari besar agama Islam, juga kami mengadakan pesantren,” jelas Satya.
Selain penganut Islam dan Nasrani, Satya menyebut saat ini terdapat seorang siswa yang menganut Buddha. Siswa tersebut juga mendapat waktu beribadah, dan dipersilahkan berkegiatan ibadah bersama di vihara.
“Kebetulan kami ada siswa beragama Buddha. Karena kami tidak ada pengajarnya, dia belajar dari pihak viharanya. Jadi dinilai dari pihak viharanya. Kalau nantinya penganut buddha lebih banyak, nanti bisa saja dirayakan juga hari besarnya,” ungkap dia.
Tak ada diskriminasi
Salah satu siswa beragama Kristen Protestan, Benedictus Maengkom (17) mengaku senang bisa optimal beribadah di sekolah.
Terlebih, ia bisa fokus mendekatkan diri kepada Tuhan, tepat sebelum pelajaran dimulai.
“Kalau pagi-pagi itu, setiap sebelum belajar, kami ibadah seperti puji-pujian Tuhan. Setiap Jumat juga ada sesi firman Tuhan yang biasanya dibawakan oleh guru agama kami,” kata Bened.
Menjadi siswa non muslim di SMA 101 Jakarta, Bened juga mengaku tidak pernah merasakan diskrimasi sebagai penganut agama yang non mayoritas.
“Menjadi siswa non muslim di SMA 101 itu menyenangkan ya. Enggak pernah merasakan diskriminasi sih. Semua sama saja, tidak diperlakukan berbeda. Di sini juga kami bisa fokus, untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,” ungkap dia.
Siswa lainnya, Fatimah Azzahra (17), mengatakan tidak ada siswi muslim yang pernah dipaksa memakai kerudung, apalagi siswa non muslim.
“Di sini tuh enggak ada dipaksa pakai kerudung. Temenku muslim, enggak pakai kerudung, enggak pernah ditegur. Paling sesekali guru ada yang ngingetin, itu juga ditanya dulu muslim atau bukan,” kata Fatimah.
Fatimah menyebut, guru sesekali mengingatkan siswi muslim untuk menaatkan agama dengan mulai belajar menggunakan kerudung pada hari Jumat di sekolah.
“Guru mengingatkan, ‘kamu pakai kerudung, kan hari Jumat. Kita di sekolah untuk membiasakan keagamaan kita. Jadi belajar pelan-pelan. Kalau di luar enggak pakai kerudung, kita belajar kecil-kecilan dulu, di sekolah tiap Jumat,” sebut Fatimah.
Catatan redaksi: Artikel ini merupakan bagian hak jawab dari Ketua Komite SMAN 101 Imam Mahsun selaku pelapor ke Dewan Pers. Redaksi Kompas.com meminta maaf karena telah melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik dengan tidak mengonfirmasi pihak SMAN 101 tentang berita dugaan intoleransi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Ibadah #Menit #Sebelum #Belajar #Siswa #SMAN #Jakarta #Jadi #Fokus #Dekati #Tuhan #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli