JAKARTA, KOMPAS.com – Pengelolaan limbah medis masih harus menjadi hal yang diperhatikan baik oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.
Sebab, volume limbah medis yang selalu bertambah setiap tahunnya akibat lonjakan pandemi Covid-19 tidak dibarengi dengan sistem pengolahan sampah yang baik.
Dilansir dari Kompas.id, pada 2021, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar melaporkan, sejak Maret 2020 hingga Juni 2021, Indonesia telah menghasilkan 18.460 ton limbah medis kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) dari penanganan Covid-19.
Limbah medis tersebut berasal dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, tempat isolasi, karantina mandiri, uji deteksi dan kegiatan vaksinasi.
“Limbah yang termasuk limbah medis B3 di antaranya infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR dan antigen, serta alkohol pembersih swab,” kata Siti Nurbaya sebagaimana ditayangkan di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (28/7/2021).
Sementara jumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas pengolahan limbah juga sangat terbatas, hanya sekitar 4,1 persen.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat, hingga pertengahan tahun 2021 lalu, hanya 122 Rumah Sakit yang memiliki fasilitas insinerator.
Sementara itu, fasilitas pengolah limbah B3 medis juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pengolahan limbah medis pasien Covid-19 masih belum optimal.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, salah satu masalah dalam pengolahan sampah ini adalah masih banyak masyarakat yang tak memisahkan limbah medis dengan limbah rumah tangga.
Akibatnya, banyak petugas kebersihan DKI yang tertular Covid-19 karena mengangkut limbah medis Covid-19 yang bercampur dengan limbah rumah tangga.
Kata Asep di DKI Jakarta, limbah medis berupa masker, sarung tangan, dan sebagainya memang dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) skala kecamatan kemudian diangkut ke TPS limbah B3 skala kota dengan menggunakan truk.
Tercatat ada sekitar 110-120 petugas kebersihan DKI yang terpapar Covid-19 karena limbah masker dicampur dengan sampah rumah tangga.
“Akhirnya petugas kami yang terkena Covid-19 sampai 110-120,” kata Asep dikutip dari Antara, Jumat (17/12/2021).
Ancam warga
Selain itu, Kantor berita Aljazeera pernah mendatangi TPA Burangkeng yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Jakarta. Di sana, ditemukan gundukan sampah, termasuk limbah medis beracun.
Di antara limbah medis tersebut adalah selang infus yang masih berisi darah, sarung tangan medis, dan alat tes Covid-19.
Aljazeera juga mendatangi kampung pemulung di sekitar kawasan TPA Burangkeng.
Para pemulung itu hidup dengan uang hasil penjualan limbah yang bisa didaur ulang.
Saat kunjungan itu, salah satu pemulung tampak sedang membersihkan selang medis bekas. Jarum tampak masih tertancap di ujung selang itu.
Sang pemulung mengaku pernah tertusuk jarum selang ketika sedang mencari sampah daur ulang.
“Hati-hati, kamu bisa terkena tetanus,” kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto mengingatkan.
Suyoto menjelaskan, seharusnya limbah medis tersebut dibakar atau disterilkan sebelum dikelola lebih lanjut.
Namun, realitanya hanya empat persen dari 3.000 rumah sakit di Indonesia yang memiliki lisensi untuk mengoperasikan insinerator untuk mengolah limbah medis.
“Pemerintah harus menyediakan teknologi insinerator yang lebih banyak untuk menghancurkan limbah medis, terutama limbah yang berhubungan dengan penanggulangan pandemi Covid-19. Pemerintah harus lebih serius menangani masalah ini,” tegas dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Minim #Pengelolaan #Limbah #Medis #Ancam #Keselamatan #Warga #Halaman
Klik disini untuk lihat artikel asli